Kemampuan berpikir kritis adalah satu dari bagian penting
dalam segala aspek kehidupan seseorang. Berpikir kritis digunakan dalam
berbagai situasi dan kesempatan dalam upaya memecahkan persoalan kehidupan.
Oleh karena itu menjadi penting pula seseorang untuk belajar tentang bagaimana
berpikir kritis, karena seseorang tidak serta merta mampu berpikir kritis tanpa
melalui proses belajar. Berpikir kritis adalah sebuah ketrampilan yang didapatkan
melalui proses, bukan merupakan sifat yang diwariskan orang tua kepada anaknya.
Untuk itu perlu adanya upaya untuk mengajarkan tentang bagaimana berpikir
kritis kepada siswa di sekolah sedini mungkin.
Definisi Berpikir
Kritis
Sebelum lebih jauh kita membahas
bagaimana mengajarkan berpikir kritis kepada siswa, kita perlu tahu apa
sebenarnya berpikir kritis itu. Beberapa ahli menyampaikan pendapatnya tentang
definisi berpikir kritis, di antaranya seperti yang disampaikan oleh Achmad
(2007) beberapa definisi dari para ahli antara lain Halpen, Angelo, Scriven,
dan Ennis. Halpen (1996) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah memberdayakan
ketrampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Pendapat serupa
disampaikan oleh Anggelo (1995), menurut beliau berpikir kritis adalah
mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan
menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya,
menyimpulkan, dan mengevaluasi. Scriven (2001) berpendapat berpikir kritis
adalah proses intelektual yang aktif dan penuh dengan ketrampilan dalam membuat
pengertian atau Konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sintesis, dan
mengevaluasi. Sedangkan Ennis (1985) mendefinisikan berpikir kritis adalah cara
berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk
menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Dari semua yang telah disampaikan oleh para ahli di atas
dapat kita lihat adanya ciri-ciri dari seseorang telah memiliki kemampuan
berpikir kritis. Wade (dalam Achmad, 2007) mengidentifikasi delapan ciri
seseorang telah berpikir kritis, antara lain: merumuskan pertanyaan, membatasi
masalah, menguji data, menganalisis berbagai pendapat, menghindari pertimbangan
yang sangat emosional, menghindari penyederhanaan berlebihan, mempertimbangkan
berbagai interprestasi, dan mentoleransi ambiguitas. Seorang yang berpikir
kritis mempunyai sikap terbuka dan mudah untuk menerima adanya perbedaan. Ia
juga sangat teliti dalam segala hal, dan mempunyai standar baku dalam menilai
sesuatu. Argumen yang disampaikan selalu didasari oleh data-data yang akurat.
Dan dia mampu membuat kesimpulan dengan tepat dari beberapa pernyataan yang
ada. Satu lagi, seorang yang berpikir kritis selalu memandang sesuatu dari
berbagai sudut pandang yang berbeda.
Mengapa Harus
Mengajarkan Ketrampilan Berpikir Kritis kepada Siswa?
Wibowo (2010) menyatakan bahwa kadang orang awam, bahkan
guru masih terkagum-kagum dengan banyaknya informasi yang bisa diungkap
seseorang. Penghargaan terhadap hal tersebut sangat tinggi, bahkan seseorang
bisa masuk museum rekor dengan hanya hafal nama presiden, nomor telepon dalam
buku telepon, dan lain-lain. Artinya apa? Bukan berarti kemampuan menghafal
seperti itu tidak berguna. Tapi dapatkah seseorang bisa “bertahan hidup” hanya
dengan bekal hafalan?
Seperti telah disampaikan di atas bahwa berpikir kritis
merupakan bagian penting dari aspek kehidupan seseorang, termasuk siswa.
Sebagai ilustrasi, sangatlah mudah untuk mengajarkan kepada siswa tentang
sebuah informasi, misalkan definisi dari fotosintesis. Guru juga lebih mudah untuk mengevaluasinya, cukup
dengan membuat soal seputar definisi fotosintesis. Dan bagi siswa bahkan tidak
merasa perlu untuk memahami fotosintesis tetapi cukup menghafal definisi yang
diberikan oleh guru. Pertanyaannya, apakah itu berguna bagi siswa di luar
sekolah? Apa yang didapat siswa sebagai bekal kehidupan saat siswa telah lulus
nanti?Jawabannya tentu saja tidak ada yang berguna bagi siswa di dalam
kehidupannya kecuali hanya sedikit saja. Oleh karena itu harus ada perubahan
paradigma mengajar dari hanya memberikan informasi menjadi mengajarkan cara
mencari informasi dan mempergunakannya untuk hal-hal lain yang bermanfaat.
Kendala dalam Mengajarkan Ketrampilan Berpikir Kritis.
Kendala yang umum dialami dalam
mengajarkan ketrampilan berpikir kritis lebih banyak datang dari kultur
pembelajaran di negeri kita. Misalnya pembelajaran yang masih berpusat pada
guru, guru masih menjadi segalanya di dalam kelas. Guru malas untuk merancang
sebuah kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan siswa untuk
mengaktualisasi dirinya.
Kendala yang lain adalah pada sistem penilaian, suatu yang
klasik tapi sulit untuk dipecahkan. Selama ini penilaian lebih banyak ke arah
kemampuan kognitif tingkat rendah. Siswa baru dikatakan berhasil jika siswa
lulus dari ujian dan mendapat nilai bagus. Sampai saat ini masalah ini masih
menjadi polemik dan belum ada penyelesaian yang baik.
Lepas dari macam kendala di
atas, kondisi siswa walaupun kadang menjadi kendali tidak boleh dijadikan
alasan untuk tidak mengajarkan ketrampilan berpikir kritis pada siswa. Justru
inilah tantangan yang harus dipecahkan oleh guru, terutama mereka yang bertugas
di sekolah-sekolah “pinggiran”.
Mengajarkan
Ketrampilan Berpikir Kritis
Untuk mengajarkan ketrampilan berpikir kritis dapat
dilakukan dengan berbagai metode. Terutama metode yang sifatnya memberi
keleluasaan siswa untuk mengeksplorasi diri misalnya metode eksperimen, metode
diskusi, dan metode karya wisata. Model pembelajaran yang digunakan juga dapat
divariasikan dari model-model pembelajaran yang ada. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa apapun metode dan model yang digunakan pengajaran ketrampilan
berfikir kritis ini harus sampai pada tahap siswa dapat mengerti dan belajar
menggunakannya, jika tidak maka tidak akan banyak manfaatnya bagi diri siswa.
Sutrisno (2010) menyebutkan ada empat komponen yang harus
ada dalam suatu pembelajaran suatu ketrampilan termasuk ketrampilan berpikir
kritis, yaitu: identifikasi komponen prosedural, instruksi dan pemodelan
langsung, latihan terbimbing, dan latihan bebas.
Penjelasannya sebagai
berikut:
Identifikasi komponen-komponen
prosedural. Pada tahapan ini siswa dikenalkan pada ketrampilan dan langkah
khusus yang diperlukan dalam ketrampilan tersebut. Dalam pembelajaran misalnya
dengan memberikan petunjuk praktikum, aturan diskusi, petunjuk pelaksanaan
proyek.
Instruksi dan pemodelan
langsung. Pada tahap ini guru memberikan instruksi dan pemodelan langsung.
Instruksi dan pemodelan memberikan gambaran singkat tentang ketrampilan
berpikir kritis yang harus dikuasai siswa.
Latihan terbimbing. Latihan terbimbing memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menerapkan ketrampilannya dengan bimbingan guru. Guru harus
mendorong siswa untuk menggunakan ketrampilannya secara berulang-ulang dan
terus-menerus.
Latihan bebas. Latihan bebas harus dirancang oleh guru agar
siswa dapat melatih ketrampilannya secara mandiri, misalnya dengan penugasan
atau proyek. Jika tiga tahap pertama telah dilaksanakan secara efektif,
diharapkan siswa akan mampu menjalankan tugas atau proyek ini dalam kisaran 95%
sampai 100%.
Bagaimana mengukur
ketrampilan berpikir kritis
Untuk mengetahui keberhasilan
suatu pembelajaran maka perlu melakukan pengukuran (evaluasi) terhadap pembelajaran
tersebut. Pengukuran sebaiknya dilakukan bukan hanya pada hasilnya tapi juga
pada prosesnya. Untuk ketrampilan berpikir kritis penilaian proses mutlak
diperlukan. Lalu bagaimana caranya? Apa saja yang perlu diukur. Douglas dan
Nancy (dalam Rahmat, 2010) menyatakan bahwayang mendasari pengembangan
kemampuan siswa adalah kecakapan berpikir kritis sebagai ketrampilan tertinggi
dan meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu perlu dibuat
instrumen yang berurusan dengan kedua fokus tersebut.
Rahmat (2010) merekomendasikan dua macam dasar yang bisa
digunakan untuk menyusun instrumen ketrampilan berpikir kritis yaitu Taksonomi
Bloom dan Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving). Taksonomi Bloom yang
memuat level berpikir meliputi: ingatan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis, dan evaluasi tepat untuk mengintegrasikan pengembangan kemampuan
berpikir kritis dan penguasaan ilmu pengetahuan. Sedangkan Pendekatan Pemecahan
Masalah dapat dirumuskan dalam beberapa variabel berikut: tujuan, kata kunci
permasalahan, menyikapi masalah, sudut pandang, informasi, konsep, asumsi,
alternatif pemecahan masalah, interprestasi, dan implikasi.
Penutup
Dari apa yang telah dibahas di
atas dapat kita simpulkan bahwa pengajaran ketrampilan berpikir kritis mutlak
diperlukan untuk membekali siswa dalam menempuh kehidupannya. Jadi bisa
dikatakan guru akan menanggung dosa jika kelak siswa mengalami kesengsaraan
karena tidak pernah diajarkan padanya tentang ketrampilan berpikir kritis.
Daftar Rujukan:
Achmad, Arief. 2007.Memahami Berpikir Kritis. (Online),
(http://re-searchengines.com /1007arief3.html), diakses 24 Mei 2011
Rahmat.2010. Pengukuran Ketrampilan Berpikir Kritis.
(Online), (http://gurupembaharu.com /home/?p=3462) diakses 18 Mei 2011.
Sutrisno, Joko. 2010. Menggunakan Ketrampilan Berpikir untuk
Meningkatkan Mutu Pembelajaran. (Online),
(http://www.scribd.com/doc/54977805/artikel-erlangga) diakses 18 Mei 2011.
Wibowo, S. Agung. 2010. Dilema Mengajarkan Isi atau Cara
Berpikir. (Online),
(http://agung1971.wordpress.com/2010/03/29/dilema-mengajar-isi-atau-cara-berpikir/)
No comments:
Post a Comment